Nazma masih duduk diam menatap sepatunya. Ia seperti beku begitu saja dengan berbagai tertawaan dari luar atmosfernya, dari Fahmi. Dan Fahmi tampak seperti biasa, ramah dengan siapa saja dan begitu ringan. Ia menyapa, tersenyum, dan sesekali terkekeh bersama teman-temannya. Bukan tidak menyadari kehadiran Nazma. Ia tahu betul Nazma belum bicara apa-apa dari ketika ia datang, tapi entah kata apa yang pantas untuk menyapa Nazma lagi. Sesekali ia melirik, mengharap Nazma setidaknya mengadah kepala dan mata mereka tak sengaja saling bertemu.
Tapi hingga ia harus pergi, ia tidak juga menangkap mata Nazma.
***
"Gak pegel, nunduk aja ?", tanya Rafa sembari menepuk bahu Nazma. Nazma menoleh kaget, dan kemudian menyimpul senyum. Rafa dengan mudah mengurai artinya. Ia mengambil duduk di depan Nazma dan terkekeh, "Gak boleh jadi sombong gitu, Ma.. ".
"Sombong kenapa ?"
"Jarang-jarang bisa kumpul, disapa dong. Masa diem aja... "
"Sapa bagaimana ? Sapaku pasti terdengar kosong", Nazma menghela panjang.
Rafa menarik bibirnya kecil disudut. Ia tahu Nazma pasti menyangkal apapun kata-katanya.
"Apa setelah malam itu kamu menghentikan semuanya ? Gak ada komunikasi apapun lagi ?", tanya Rafa lagi.
"Tadinya iya..", Nazma menghela napas panjang. "Tapi sekarang dia udah punya cewek", suara tadi Nazma yakini suara tercekik yang paling bisik.
Ada hening sejenak. Rafa membiarkan Nazma mengambil napasnya lagi dan kembali menapak bumi. Mungkin samar, tapi ia tahu ada yang rubuh di dalam Nazma ketika mengatakannya.
"Walaupun Fahmi gak bilang apa-apa ke gue, gue tau Fahmi sebenernya pengen bersikap biasa aja ke lo, Ma", Rafa mendesah, "Gak ada masalah dengan berteman baik. Lo selesai dengan Fahmi juga secara baik-baik,kan? Bersikaplah dewasa, Ma. Inget, sebelum itu lo juga sahabat baik dia dari dulu".
Nazma bungkam kehabisan kata. Rafa ada benarnya juga. Tapi tetap saja, tidak ada kata-kata yang mau keluar lagi pada Fahmi. Padahal tidak ada sakit hati atau benci. Hanya saja... Ah. Nazma meremuk acap kali hendak bicara
Tapi yah, Rafa tidak salah. Tidak bisa ia terus seperti ini. Fahmi juga sahabatnya. Mungkin mereka bisa kembali seperti masa lama.
***
Handphonenya hanya ia pegangi sedari tadi. Nazma memandang kontak Fahmi dengan tatapan kosong. Namun pada akhirnya, jemari itu bergerak juga.
....
"Halo ? Emh, kenapa Nazma?"
Fahmi menyebut namanya. Nazma kemudian menciut dan meledak jadi bagian terkecil. Ia hendak berkata tapi kelu.
"Halo ? Nazma?"
Dua kali. Fahmi menyebut namanya lagi. Semua dialog yang disusun buyar seketika. Tapi tidak kali ini. Kata-kata itu tidak boleh bunuh diri lagi !
"Erh.. Fahmi ? Iya ini Nazma..", Nazma diam sejenak, "Hai."
Bodoh. Bodoh. Bodoh.
Fahmi juga mengambil jeda lebih panjang, kemudian menjawab sapaannya. Baru saja Nazma hendak berkata lainnya, seseorang memanggil Fahmi dengan samar. Fahmi menyahut, kemudian kembali pada Nazma,
"Sorry, Ma. Mungkin lain kali ya. Gue lagi.., umh. Nanti gue telpon lagi"
Nazma tahu Fahmi sedang apa. Nazma mengerti. Ia hanya mengiyakan dengan singkat, ingin segera mengakhiri telponnya,
"Maaf gue ganggu,Mi".
Kemudian ia putus sendiri telponnya.
Nazma diam mematung lagi. Dalam hati ia mengutuki perbuatan bodohnya dan perkataan Rafa tadi siang. Dalam hati Nazma rubuh dan melebam. Ia sadar ternyata ia hanya sedang melempar bumerang yang kembali menghantamnya telak.
Keadaan mempecundanginya. Masih saja ia kalah.
'Cause I still don't know how to act
Don't know what to say.
Still wear the scars like it was yesterday.
But you're long gone and moved on...
-Long Gone and Moved On, The Script
2 komentar:
muucih ._.v
Posting Komentar