3 Jul 2013

[Cerpen] Duluan, Nai

Nai duduk menghampa. Berkali-kali ia susuri pandangannya pada koridor , mencari sesuatu yang semakin ia yakini hanya palsu saja.  Bahkan rasa gelisahnya sudah berganti jadi lelah.
   “Masih belum selesai, Nai?”
   “Belum. Kalau ada keperluan, duluan saja”
Sosok itu berdiri, merapikan barang bawaannya dan berlalu sambil membisik, “Duluan Nai”

Nai mengangguk kosong. Masih tidak mendengarkan dan memilih buta.

Senja menjingga. Hari siap menarik diri dan menggelapkan hati. Nai, entah kenapa masih ada rasa harap dalam dirinya. Padahal jelas-jelas sudah tidak ada lagi yang patut dinanti. Ia masih duduk memandang kosong pada koridor yang temaram.

Angin berhembus kaku. Seperti meledek, dan mengingatkan betapa bodohnya Nai masih disitu. Bayang apapun tetaplah bayang yang tak akan pernah menyata. Nai bukanlah gadis naïf, apalagi bodoh. Padahal ia sudah sadari hal ini akan terjadi. Matanya panas, hatinya beku.  Tubuh hampanya merubuh. Gravitasi malam menariknya dan menguapkan harapnya bersama naik dengan sang Dewi.

Nai menangis.

Ia kutuki gelap. Ia kutuki hati. Adalah tanda tanya kenapa lagi-lagi hati terlalu yakin dan pura-pura tuli. Satu-satu mundur menjauhinya, menjadi gelap, kemudian hilang dari pandang. Nai seperti tenggelam. Pada malam atau memang pada kesedihan yang sendiri ia ciptakan. Ia menangis lagi. Terus mengisi malam. Seakan akan ada yang dengar kemudian mengulur tangan.

Masa lalu masih menggerogotinya, hatinya, mimpinya, dan masa esoknya. Semua kenangan yang ia caci diam-diam masih Nai gantung pada langit-langit kamar. Ia ikat dengan harap sesuatu saat jarum jam akan berhent berlari dan biarkan Nai bergerak mundur.

Nai ingin merobek alur waktu.

Kemudian muncul disaat lalu, ia urai semua dan muntahkan segala tanya yang sedari dulu menohoknya. Akan Nai cari tangan yang hilang, tangan yang dulunya digenggam. Akan ia tumpahkan tangisnya, ia bongkar semua senyumnya sebelum sosok pergi jadi fatamorgana sekian kalinya.

***
   “Masih belum selesai, Nai ?”
   “Belum. Kalau ada keperluan, duluan saja”
 Sosok itu berdiri, merapikan barang bawaannya dan berlalu sambil membisik, “Duluan Nai”


***

1 komentar:

ainu athifah mengatakan...

hueeee, bikin cerpen lagi yasss