Nai duduk menghampa. Berkali-kali ia susuri pandangannya
pada koridor , mencari sesuatu yang semakin ia yakini hanya palsu saja. Bahkan rasa gelisahnya sudah berganti jadi
lelah.
“Masih belum
selesai, Nai?”
“Belum. Kalau ada
keperluan, duluan saja”
Sosok itu berdiri, merapikan barang bawaannya dan berlalu
sambil membisik, “Duluan Nai”
Nai mengangguk kosong. Masih tidak mendengarkan dan memilih
buta.
Senja menjingga. Hari siap menarik diri dan menggelapkan
hati. Nai, entah kenapa masih ada rasa harap dalam dirinya. Padahal jelas-jelas
sudah tidak ada lagi yang patut dinanti. Ia masih duduk memandang kosong pada
koridor yang temaram.
Angin berhembus kaku. Seperti meledek, dan mengingatkan
betapa bodohnya Nai masih disitu. Bayang apapun tetaplah bayang yang tak akan
pernah menyata. Nai bukanlah gadis naïf, apalagi bodoh. Padahal ia sudah sadari
hal ini akan terjadi. Matanya panas, hatinya beku. Tubuh hampanya merubuh. Gravitasi malam
menariknya dan menguapkan harapnya bersama naik dengan sang Dewi.
Nai menangis.
Nai menangis.
Ia kutuki gelap. Ia
kutuki hati. Adalah tanda tanya kenapa lagi-lagi hati terlalu yakin dan
pura-pura tuli. Satu-satu mundur menjauhinya, menjadi gelap, kemudian hilang
dari pandang. Nai seperti tenggelam. Pada malam atau memang pada kesedihan yang
sendiri ia ciptakan. Ia menangis lagi.
Terus mengisi malam. Seakan akan ada yang dengar kemudian mengulur tangan.
Masa lalu masih menggerogotinya, hatinya, mimpinya, dan masa
esoknya. Semua kenangan yang ia caci diam-diam masih Nai gantung pada langit-langit
kamar. Ia ikat dengan harap sesuatu saat jarum jam akan berhent berlari dan
biarkan Nai bergerak mundur.
Nai ingin merobek alur waktu.
Kemudian muncul disaat lalu, ia urai semua dan muntahkan
segala tanya yang sedari dulu menohoknya. Akan Nai cari tangan yang hilang,
tangan yang dulunya digenggam. Akan ia tumpahkan tangisnya, ia bongkar semua
senyumnya sebelum sosok pergi jadi fatamorgana sekian kalinya.
***
“Masih belum selesai, Nai ?”
“Belum. Kalau ada keperluan, duluan saja”
Sosok itu berdiri, merapikan barang bawaannya dan
berlalu sambil membisik, “Duluan Nai”
***
1 komentar:
hueeee, bikin cerpen lagi yasss
Posting Komentar