31 Jul 2013

Aku Tidak Pernah Lupa

Aku tidak pernah lupa. Tentang kamu, ada waktu-waktu dahulu. Lagipula, apa yang bisa dilupakan ? Kamu tidak pernah berubah. Sama saja seperti terakhir kali kita bertemu. Oh, mungkin hanya hilangnya kebiasaanmu menulis tanda tanya yang diikuti koma ?

Aku tidak pernah lupa. Bagaimana caramu membuka percakapan hanya dengan mengirim pesan hanya dengan sebuang tanda titik, atau modus salah kirim.

Dan jangan paksa aku menuliskan bait lagumu. Apalagi menyanyikannya. Karena sungguh, aku masih hapal betul lagu itu. Aku juga ingat bagaimana kau pernah lupa lirik saat bernyanyi. Tidak tahu kenapa, saat itu aku hanya ingin menghambur pintu ruang band dan menertawaimu saja.

Ah. Aku pernah menulis essai tentangmu.

Apa aku ingin melupakannya setelah waktu-waktu menyeret kita jauh ?

Itu bukan pilihan. Aku tidak bisa memilih 'ingin'. Karena pada nyatanya, aku tidak bisa. Yang selama ini aku lakukan hanya 'pura-pura' lupa. Aku lipat semua tulisan bertemakan kamu, dan menyelipkannya di laci paling bawah. Aku hanya ingin tidak sering-sering membacanya.

Tulisanku memang tidak benar-benar berakhir dengan titik. Masih berkoma. Menggantung pada bagian yang hampa. Tapi aku sudah mati. Tokoh 'aku' dalam tulisan itu sudah mati. 'Aku' tidak lagi mengerjakan tugasnya pekerjaannya ; menyebut namamu ditiap paragraf. Kenapa ? Karena tidak ada lagi yang bisa diceritakan.

Waktu selalu menghapus aksaraku. Waktu tidak ingin aku mengada-ngada keberadaanmu. Waktu tidak mau aku gila dengan bicara sendiri dengan telpon genggam tiap hari Minggu.

Hei, waktu sudah bersikap baik padaku selama kamu tidak ada. Berterimakasihlah. Apalagi, sekarang ia sudah menyodorkanku kertas baru. Dia bilang, aku bisa kembali menulis sesuatu baru tanpa fatamorgana kamu. Yah, aku terima saja.

Aku mulai menulis lagi, kamu.
Aku sudah membuat buku. Tentang 'kamu' yang lain. 'Kamu' yang bukan bermakna kamu. 'Kamu' yang juga tidak akan membuatku lupa. Namun lagi-lagi, aku harus menyelipkannya di bawah laci.

Tapi cerita itu sudah selesai. Tamat. Dengan titik. Dengan tulisan 'SELESAI'. Jadi, tak perlu heran jika aku lebih mudah mengambil kertas baru (lagi).  Waktu tidak khawatir denganku lagi karena aku sudah bisa jaga diri.

Kini, aku berani mulai lagi. Tidak dengan Si Waktu. Tidak dengan fatamorgana kamu. Atau menunggu telepon genggam berbunyi tiap Minggu.
Aku berani menulis. Mengeja k-a-m-u yang baru.

Kamu ingin ada didalam ceritaku lagi  ? Tentu boleh saja.
Tapi, bukan kamu lagi temaku.

Tidak ada komentar: