13 Apr 2014

[Cerpen] Terrible Things

This flash-fiction(? inspired from Terrible Things by Mayday Parade. Idk, i love this song. Go find it on youtube. And, yep. 'Damar' is still my fav name. Gak ada hubungannya dengan 'Damario' di MJB, btw.

***

Thank you,Dam. Lain kali kita jalan lagi ya!

Begitu pesan singkat dari Reena ketika aku baru saja tiba di rumah, memarkir motorku di garasi. Membacanya, membuatku tersenyum sendiri tanpa menyadari  ayah yang tiba-tiba sudah muncul di ambang pintu.
   “Habis jalan?”, tanya ayah.
   “Ya, dengan Reena”, jawabku, “yang kemarin lalu aku perkenalkan dengan Ayah itu”

Ayah tidak berkomentar lagi. Tapi dari sudut mataku, aku tahu ia masih memperhatikan gerak-gerikku. “Ada apa?”

   “Dia baik?”,
   “Reena?”, aku menatapnya heran, tidak mengerti dengan arah pembicaraan ayah, “tentu saja. Tidak perlu cemas ayah. Ada apa sih?”, aku terkekeh.

Ayah mengulas senyum kecil. Ia mengambil posisi duduk di kursi teras, “ambilkan ayah gitar di dalam,Dam”
Aku segera melangkah ke dalam, meraih gitar ayah di sudut ruangan dan kembali. “Sini duduk dulu”, pinta ayah lagi seraya menepuk-nepuk sandaran kursi di sampingnya.

Aku menurut, kemudian duduk, dan mendengarkan petikan gitar ayah.

***

“Jadi, Dam…”, ayah berhenti memainkan gitarnya, kini ia menatapku lekat, “jarang sekali ayah seperti ini. Tapi, yah, kau mau dengar ayah bercerita?”
Aku tertawa mendengarnya, mengira ayah bergurau. Ia ikut tertawa kecil, tapi matanya menunjukkan ia bersungguh-sungguh, “Oke. Damar dengar. Tentang apa ini?”, tukasku akhirnya.
   “Tentang ibu”, ayah tersenyum. 

Tentu ini akan jadi cerita menarik.

By the time I was your age
I'd give anything to fall in love truly was all I could think
That's when I met your mother,
the girl of my dreams,
the most beautiful woman that I'd ever seen

   “Kau tahu, ibumu itu sebenarnya bukan cinta pertama ayah”, tuturnya membuka cerita.
   “Oh, well. I’m not surprised.”, godaku.
   “Tapi, ayah jatuh cinta pada ibumu pada pandangan pertama. Pandangan pertama yang begitu lama.
“Ayah dan ibumu satu universitas. Ayah itu seperti preman kampus. Berantakan. Tidak seperti ibumu. Ia rapi, cerdas, kesayangan dosen.  Ibumu suka ke kantin membawa buku dan tugas-tugasnya. Mejanya akan penuh dengan kertas-kertas ketimbang makanan yang ia pesan. Kala itu, kantin penuh. Tinggal kursi yang semeja dengan ibumu yang tersisa. Maka ayah duduk di sana. Satu meja dengan ibumu”
   “Ibu pasti bete sekali ketika ayah datang”
   “Memang. Apalagi saat itu ayah langsung asal saja menggeser kertas-kertas entah apa isinya itu, meletakkan piring dan gelas ayah seenaknya. Ibumu mengomel, barulah saat ayah mengadah, melihat wajah ibu, ayah tahu ayah jatuh cinta”
   “Apa ibu lebih cantik ketika marah?”, tanyaku.
   “Iya. Ayah hanya memandang ibumu  ketika ia mencerocos tentang sopan santun. Ayah tidak balas marah atau berkomentar. Ayah terpesona..”, tukas ayah sambil tersenyum sendiri.

She said, "boy can I tell you a wonderful thing?
I can’t help but notice you staring at me
I know I shouldn't say this
But, I really believe.
I can tell by your eyes that you're in love with me”

    “Reena juga lucu ketika marah”, ujarku, “Reena suka marah karena aku jorok, katanya”
    “Ayah tetap memandang ibumu hingga ia bingung sendiri. Ia berhenti bicara, lalu kami sama-sama memandang. Ia bilang ‘you’re in love with me’ kepada ayah dengan muka judesnya”
   “Apa? Ibu bilang begitu?”, aku terkejut, “ibu ceplas-ceplos sekali, ya…”
   “Hahaha. Iya, Dam. Ayah juga kaget kepergok begitu. Tapi ayah Cuma tersenyum semanis mungkin membalasnya. Mengiyakan saja. Dan begitulah awal kami. Terdengar seperti bohong,memang. Tapi begitulah adanya”, ayah terdiam cukup lama, hingga kemudian kembali memetik gitarnya, menyenandungkan sesuatu.

Now most of the time we'd have too much to drink
We'd laugh at the stars and we'd share everything
Too young to notice and too dumb to care
But, love was a story that couldnt compare
  
  “Setelah itu kalian pacaran?”
   “Hahaha”, ayah tertawa sendiri, “tentu saja. Mana kuat ibu menahan pesona ayah? Saat itu adalah saat-saat yang gila, Dam. Ibumu ternyata menyenangkan sekali.Tidak membosankan seperti buku-buku yang suka dibacanya. Ayah suka mengajak ibumu traveling kemana-mana setelah lulus. Melakukan hal-hal  yang tidak biasa seperti kencan remaja-remaja lain. Terlalu banyak kenangan di banyak tempat, kau tahu”

I said, "girl can I tell you a wonderful thing?
I made you a present with paper and string
Open with care now I’m asking you please
You know that I love you, will you marry me?”

   “Bagaimana ayah melamar ibu?”
  “Ayah ajak ke kantin yang sama lagi dan ayah lamar disana. Ayah biarkan ibu bicara banyak hal, dan ayah hanya memandangnya saja
   “Setelah menikah, kami tidak banyak berpetualang lagi. Apalagi ketika kamu hadir tak lama setelah itu

Now son, I’m only telling you this..
Because life can do terrible things
You’ll learn one day I’ll hope and I’ll pray
That God shows you differently..

Dan, saat itu kamu masih terlalu kecil untuk mengingat.  Ayah baru pulang, membawa tiga tiket untuk berpetualang lagi seperti dulu bersama.  Kejutan untuk ibumu. Tapi ketika tiba di rumah, ibumu sedang menangis

She said “boy, can I tell you a terrible thing?
Seems that I’m sick and I’ve only got weeks
Please don't be sad now, I really believe
You were the greatest thing that ever happened to me”

Ayah tidak tahu, Dam. Tapi, kau tahu, ibumu ternyata tetap cantik ketika ia menangis. Ayah hanya diam, membiarkan ibu memeluk ayah sambil menangis.  Ibumu menggumam sesuatu, kemudian barulah ayah tahu.
Tiket itu tidak pernah ayah berikan kepada ibumu. Karena, ayah tahu kita tidak akan pernah kemana-mana lagi”, ayah melirih.
   “Oh,” seketika hatiku beku, “berita itu”
   “Ya. Ayah tidak kuat,Dam. Ayah terlanjur mencintai ibumu. Terlalu mencintai ibumu. Tapi..tapi..”

Slow, so slow..
I fell to the ground on my knees..

Suara ayah kemudian redam di isaknya sendiri. Ia kesulitan menahannya. Tapi hanya sesaat, kemudian dengan suara bergetar ia melanjutkan, “Ibumu meminta ayah untuk tidak berkubang dalam kesedihan setelah ia pergi, kembali berpetualang bersama kamu,Dam. Menunjukkan tempat-tempat yang kami datangi dulu bersama kepada anak kesayangannya. Tapi ayah tidak bisa. Terlalu banyak kenangan di banyak tempat,Dam. Terlalu banyak”

    “Jangan terlalu mencintai perempuan,Dam. Mereka itu tahu sekali cara menyiksa lelaki dengan cinta. Jangan berikan cintamu terlalu banyak”

Don't fall in love
It's just too much to lose
if given the choice,
Then I'm begging you to choose…

   “Ayah-- ”
   “Kehidupan akan memberikanmu cinta lewat wanita,Dam. Cinta yang indah. Yang membuatmu jatuh sedalam-dalamnya kamu mampu jatuh. Tapi pada suatu saat, ia akan berbalik memusuhimu. Merebutnya darimu tanpa peringatan apapun! Melepaskan satu-satunya cinta yang ia beri dahulu. Menertawaimu karena setelah itu, kamu tidak punya apa-apa lagi…”

..to walk away, walk away
Don’t let her get you!
I can’t bare to see the same happen to you…

Aku terdiam. Tidak menyangka  pesan seperti inilah yang ayah maksud dari ceritanya.

Ayah yang lukanya tidak pernah sembuh. Tenggelam dalam luapan cintanya sendiri. Dihantui perasaan menyesal yang sebenarnya bukan salahnya sendiri. Ayah yang terlalu takut anaknya jatuh cinta, kemudian berakhir sama; dipecundangi perasaan sakit hati yang tidak pernah usai.

Ayahku, yang bertahun-tahun patah hati, karena satu-satunya cinta yang ia punya, sudah habis ia beri pada ibuku yang sudah pergi.


Now, son I’m only telling you this..
Cause, life can do terrible things

2 komentar:

Aul Howler's Blog mengatakan...

HIkkkkssss

:'(

Sedih banget ceritanyaa
Btw ini kayaknya agak kurang singkron deh..

"...... Ia bilang ‘you’re in love with me’ kepada ibumu dengan muka judesnya.."

Kok kepada ibumu?
Ia disana kan ibumu ya?

.a mengatakan...

wah iyaa, maaf typo bang mas Aul hehheheh ._.