21 Nov 2013

[Cerpen] Mendengar Tanpa Payung

   "Kita harus jalan kaki ke jalan besarnya. Bagaimana dong? ?", tanya Adam,seraya mengulur jemarinya menyentuh rintik hujan dari tepi atap.
   "Aku bawa payung kok, bentar". Sarah buru-buru merogoh kedalam tasnya, mengeluarkan payung abu dan membukanya sigap. "Yuk"
   "Jadi, kita mau payungan berdua? Huahahaha", Adam tertawa, kemudian menyambar payung tersebut dari tangan Sarah, "Gue aja yang pegang ya,pendek".
   "Pendek,pendek! Enak aja!", Sarah pura-pura marah, tapi karena Adam tidak menggubrisnya lagi, akhirnya ia menurut dan mengikuti  Adam setelah menonjok ringan bahunya. "Dasar, Adam sok gentle"

***

Deru kendaraan berbalapan dengan rinai hujan. Tidak ada yang banyak bicara. Kedua sibuk menghindari genangan air, dan tenggelam dalam bisu masing-masing.
   "Dam, Sorry ya", tukas Sarah sambil menunduk. Langit mulai gelap sehingga wajahnya jadi temaram. 
   "Buat?"
   "Kalau tadi kita langsung pulang, pasti masih ada kendaraan umum jadi  kita gak perlu jalan gini"
Adam mengeha napas singkat. Alih-alih menjawab, Adam justru menurunkan payungnya dan melipatnya kembali. Sarah memandangnya dengan bingung. "Kena--"
   "Ujan-ujanan aja,yuk?", Adam mengacak-acak rambutnya sendiri yang mulai basah dan mengabaikan kebingungan Sarah. Sarah masih tertegun, seketika sadar dan tertawa geli, "Bilang aja tangan kamu udah pegel pegang payungnya". Adam menyengih, tapi kemudian tidak ada yang melawan. Keduanya sama-sama menikmati hujan.

***

Entah sudah seberapa jauh. Bangunan tempat mereka bermula sudah menciut. Tinggal lampu-lampunya yang berkelip diantara pekat. Tetiba, Adam menyenggol bahu Sarah sehingga ia kehilangan keseimbangan sejenak, "apaan sih,Dam!", protes Sarah.
   "Huahaha, gapapa. Gue cuma mau pastiin lo gak jalan sambil tidur aja"
   "Jayus", omel Sarah, ia memperlebar ayun kakinya hingga beberapa langkah lebih dulu dari Adam.
Adam tidak berusaha menyusul .Ia tetap berjalan santai sembari memejam mata dan mengadah, menikmati rinai hujan yang menyentuh pelipisnya dan meluncur sempurna mengikuti lekuk dagu.

Diantara bising dan derai, Adam bersenandung.

   "Jangan kumur-kumur pake air hujan, Dam", pungkas Sarah tanpa menoleh. Bahunya bergidik karena menahan tawa.
   "Sialan lo. Suara gue bagus tau! Udah diem aja deh, dengerin gue nyanyi"
   "Oh, Adam lagi nyanyi?", goda Sarah lagi. Ia membalikkan tubuhnya dan mendapati Adam yang sedang mengambil ancang-ancang untuk memukulnya dengan gagang payung. "Weit. Santai aja dong! Hahaha"

Tawa mereka membuncah lagi. Sarah kembali mengambil posisi disamping Adam, yang kemudian melanjutkan senandungnya.

Never gonna stop 'til the clock stops ticking
Never gonna quit 'til my legs stop kicking
I will follow you 'til we'll both go missing

  "Lagu apa sih, Dam?"

No I'm never giving up 'til my heart stops beating
Never letting go 'til my lungs stop breathing
I will follow you 'til we'll both go missing

   "Dam"

No, I and we don't  even know where we're going
But I'm walking with you and I'm glowing

   "Jangan jalan sambil merem, Dam.."
   "Eh, iya iya", Adam tersadar, mebuka matanya dan terkekeh sendiri.
   "Lagu apa sih tadi,tuh?", tanya Sarah lagi, kini ia menoleh pada Adam dan menunggu jawaban dan riak wajahnya. Adam terperenyak, tapi sedetik kemudian langsung tertawa, menghasilkan gema di terowongan dari jembatan layang yang mereka lewati. 
   "Tadi?", Adam menatap lagi wajah penasaran Sarah, kemudian berbisik, "Bukan apa-apa,Sar"
Karena yang kamu perlukan cuma medengar hujan dengan lebih seksama.


Merayakan hujan-hujanan pertama di Bulan November, 
di bawah langit mendung, dilatar nada.

20 Nov 2013

[Cerpen] Masalah Sepele

   "Dasar lo, sok tegar!", canda Sonya sembari menyikut Ita. Ita tertawa sejenak, "Emang gue tegar! Lo tuh yang lemah! Hahaha"

Langit sedang bersiap melipat diri. Lingkungan sekolah juga sudah mulai sepi. Hanya beberapa orang yang tampak berlalu-lalang di koridor, membuat hanya tawa keduanya yang sanggup melayap di sela-sela pilar terbawa angin sore. 
  
  "Ita. Sungguh. Gue nanya beneran sekarang", tetiba Sonya meremas bahu Ita dan memutarnya hingga Ita menghadap tepat di depan Sonya. "Lo masih gak apa-apa, setelah lo lihat dengan mata lo sendiri?"

Ada hening sejenak karena Ita tidak langsung menjawab. Di tatapnya lekat-lekat pasang mata Sonya seakan mencari jawaban. "Ta? Lo ngerti kan, gue nanya apa?", Sonya memastikan lagi, sekaligus menyimak baik-baik akan suara rubuh dari dalam Ita yang ia yakini sebenarnya ada. 

Tapi Ita tetaplah Ita.

  "Gak apa-apa, Nya. Perasaan gue udah biasa aja kok", Ita tersenyum kecil, "Masalah sepele, Nya. Gak usah khawatir sampe segitunya, kali"
  "Bener? Lo gak cemburu atau apa, gitu?"
  "Kenapa gue harus cemburu? Emang gue ibunya apa? Hahaha", Ita tertawa sendiri hingga bahunya berguncang ringan. Entah memang bermaksud mengolok Sonya atau mengolok dirinya sendiri.
   "Gak lucu, Ta. Gue serius". Sonya meremas bahunya lebih kuat. Tapi Ita bergeming.
   "Gue gak apa-apa, Nya. Serius deh. Gue udah berkali-kali denger berita kayak gitu dari mulut ke mulut. Jadi, ya gue gak kaget lagi pas ngeliat dengan mata gue sendiri"
   "Bener?", Sonya terus menyedutnya
   "Bener. Ini  masalah sepele doang kok, Nya. Gak usah sok khawatir gitu deh! Alay!"
   "Ah, sepik aja lo! Awas ya, kalo gue lihat lo lagi nge-galau!", ancam Sonya yang kemudian terkekeh. Ia menurunkan lengannya dan kembali memandang sore.
   "Yuk ah, balik"
   "Tumben minta balik. Biasanya perlu diseret dulu supaya pulang ke rumah", goda Sonya, kemudian segera menyampirkan tas ranselnya. 

Ita mengikutinya dari belakang, dan tanpa sengaja pandangnya berserobok dengan koridor atas.Siluet Iki dan Dian masih berada disana. 

Mengobrol. 
Tertawa. 
Dan bersentuh bahu. 

Ita mengerjap matanya dan siluet itu hilang. Ada sesuatu yang menggelitiki dinding hatinya. Berusaha mengejek. 

Betapa hari itu waktu sudah mempermainkannya dan ia kalah telak. Betapa waktu senang sekali menyeretnya kemana-mana, hingga akhirnya terhenti di momen yang ia kutuki sendiri. Iki dan Dian. 

Mengobrol.
Tertawa. 
Dan bersentuh bahu. 
Hanya berdua.

Tapi Ita mendegil dan menyengih, mengingat kata-kata naif yang baru saja meluncur dari mulut besarnya. "Masalah sepele?Hah"

Ia berbalik, dan mengacungkan jari tengah kepada dua siluet yang berusaha membolongi tempurung belakangnya.

8 Nov 2013

Katakan padaku sesuatu yang belum pernah aku dengar
Bukakan aku pintu dimana imaji sembunyi
Aku mati

3 Nov 2013

Tik Tok

Tik Tok Tik Tok

Aku kehilangan waktu. Jarum berdetik, berputar. Aku kehabisan.

Tik Tok Tik Tok.

Aku kehilangan waktu. Sebagian rasa terenggut. Aku memaku.

Tik Tok Tik Tok

Aku kehilangan waktu. Bayang menelan pelan. Aku memejam.

Tik Tok Tik Tok.

Aku kehilangan waktu. Tidak bangkit mengejar. Aku tersadar.

Kamu membuntutinya kemudian berlalu.
Aku sudah kehilangan waktu. Sekaligus kamu.