17 Mar 2014

Kisah

Ia pinta seseorang bacakan cerita. 

Padahal sesuatu di dalam menggerogotinya
Menariknya.
Mendorongnya. 

Karena kebisingan justru menenangkan.
Teriakan.
Seruan.
Panggilan.

Seperti pelampung yang selalu membawanya ke atas. 
Ke udara,
Ke biru,
Kesadaran.

Ia pinta seseorang bacakan cerita,
Ia harap seseorang menyelamatkannya. 



12 Mar 2014

[FF2in1] Let It Go

Tepuk tangan berhenti. Semua mata kini memandangku. Menunggu.

Tapi aku membeku. 

***

"Aku tidak bisa, Ren", tukasku sambil mondar mandir. Aku tidak bisa membuat kakiku diam. 
"Naya, kamu sudah pernah melakukannya. Ini pasti mu--"
"Tapi tidak di depan banyak orang seperti itu!", pekikku, menunjuk kerumunan orang di balik tirai.
Rendi terdiam sejenak. Menyadari kekacauanku. Ia meraih bahuku, menghadapkan wajahku padanya.
"Lihat aku. Kamu bisa Naya", katanya tegas, ia masih menatapku di mata, "Tersenyum. Bacakan. Munculkan"
"Tapi Ren....."
"Lakukan ini untukku. Bagaimana?"

***

Lampu sorot mengarah padaku. Aku harap cahayanya terlalu terang hingga membuat aku pingsan. Tapi ternyata tidak. Aku masih berdiri di tengah-tengah panggung, tidak berani menyentuh stand mic di hadapanku. Kasak-kusuk penonton semakin membuatku panik.

Aku baru saja hendak berlari masuk ke dalam lagi. Hilang dari orang-orang ini. Tapi tiba-tiba aku melihat sosok Rendi di kursi penonton. Jempolnya teracung keatas diantara kepala. 

Ia tersenyum.

Ya.
Aku tidak bisa mundur. Rendi benar. Aku bisa.

Aku mengambil langkah menuju stand mic. Kakiku bergetar hebat ketika aku melangkah. Pun tanganku ketika meraih kertas dari sakuku.

Tidak.
Aku tidak takut apapun. Aku tidak takut semua pandangan dingin orang-orang ini. Aku bisa membacakan puisi Rendi dihadapan mereka. 

Tersenyumlah, Naya. Baca dan rasakan puisinya. 

Let it go.

7 Mar 2014

Runtuh

Langit, aku mau mengatakan ini dengan cepat saja.

Tolong,Langit. 

Berhentilah jadi seperti gadis cengeng
Kau tahu, bukan kamu saja yang mau menangis. Ada banyak pasang mata yang setengah mati untuk menahannya. Alih-alih, kau suka tumpahkan air matamu begitu saja di ubun-ubun mereka. Seolah berkata, Lihat, aku tidak punya hal-hal yang perlu aku khawatirkan jika menangis seperti kalian.

Beberapa suka mengutukimu karena tidak tahan dengannya. Tembok yang mereka buat untuk menahan, runtuh ketika rinaimu datang.